Minggu, 11 September 2011

Ternyata Kita Bisa Hidup Dengan Syariat

 “Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur “ (QS: al-Baqarah: 185)

Islamedia - Ayat di atas sudah sering kita dengar pada bulan Ramadhan lalu. Ya, ayat ini berisi agar kita menyempurnakan bilangan puasa Ramadhan kita, serta perintah bersyukur atas hidayah yang Allah telah berikan berupa syariat ini, seraya bertakbir mengagungkan asma Allah di hari ied seusai berpuasa Ramadhan.
Perintah bersyukur atas hidayah dan petunjuk Allah berupa syariat puasa dan lainnya, menunjukkan bahwa betapa syariat ini begitu sempurna. Tidak ada ajaran lain yang begitu sempurna selain ajaran syariat Islam. Salah satunya adalah berpuasa Ramadhan.
Dalam Ramadhan, betapa banyak dimensi manfaat yang kita dapatkan. Di sana ada dimensi sprtual, dimensi menahan emosianal, dimensi kejiwaan, dimensi sosial, dimensi kehidupan beragama (tadayun sya’bi), bahkan dimensi ekonomi. Hampir semua kelompok masyarakat diuntungkan dengan datangnya bulan Ramadhan. Bahkan masyarakat non muslim selkalipun banyak diuntungkan dengan datangnya Ramadhan terutama dari sisi manfaat ekonomi. Inilah salah satu manfaat syariat Islam ditegakkan yang mengandung rahmat bagi seluruh alam (rahmatan lil ‘alamin).
Dalam Ramadhan pun, disadari atau tidak, kita telah melakukan revolusi menghidupkan dan menerapkan sebagian dari syariat Islam. Bahkan kita telah merevolusi kebiasaan-kebiasaan kita yang sebelumnya berbeda dengan kebiasaan yang kita rasakan di bulan Ramadhan. Jika di luar Ramadhan kita tidak pernah bangun sebelum subuh, jarang membaca al-Quran, jarang menunggu waktu shalat, jarang melakukan ibadah sunnah, jarang shalat berjamaah di masjid, dan tidak pernah empatii kepada sessama. Akan tetapi selama Ramadhan kebiasaan itu bisa kita ubah seratuis delapan puluh derajat. Kita bangun sahur, rajin membaca al-Quran, suka menunggu datangnya waktu shalat, mengamalkan amalan sunnah, shalat berjamaah di masjid,, dan empati serta peduli kepada sesama.
Hal ini membuktikan bahwa kita mampu melakukan revolusi diri untuk hidup sesuai dengan syariah, sesuai dengan yang dikehendaki Allah dan Rasul-Nya. Dan betapa kenikmatan yang kita rasakan saat kita, keluarga kita, masyarakat kita, dan bangsa kita, bersama-sama secara kolektif melakukan kebiasaan baik itu yang sesuai dengan syariat.
Alangkah indah jika kebiasaan baik yang dianjurkan dan diperintah oleh syariah itu terus dapat kita lanjutkan pasca Ramadhan.; Bukankah fungsi dari ibadah puasa yang kita lakukan di bulan Ramadhan lalu adalah agar kita selalu bertaqwa? (la’allakum tattaqun)? Disini, sengaja Allah SWT menggunakan katatattaqun dengan fi’il mudhori’ (present continius tense) pada ayat itu, karena fi’il mudhori’ mengandung pesan makna lil istimror (kontinyuitas, berkesinambungan). Kebiasaan baik yang sesuai dengan syariah itu bukan hanya dilakukan di bulan Ramadhan saja, namun juga dilanjutkan pasca Ramadhan. Bukankah al-Quran yang kita baca di bulan Ramadhan sama dengan al-Quran di bulan lain? Bukankah shalat fardhu berjamaah yang kita lakukan di bulan Ramadhan sama dengan shalat yang kita lakukan di bulan lain? Bukankah perintah sedekah di bulan Ramadhan juga diperintahkan di bulan lain? Lalu mengapa kita meninggalkan tilawah al-Quran setelah Ramadhan berlalu? Mengapa kita meninggalkan shalat berjamaah di masjid setelah Ramadhan berlalu? Mengapa kita jarang bersedekah setelah Ramadhan berlalu? Bukankah Tuhan yang kita patuhi di bulan Ramdhan adalah juga Tuhan yang harrus kita patuhi di bulan lain? Bukan Nabi yang memerintahkan kebajikan di bulan Ramdhan adalah Nabi yang memerintahkan kebaikan disetiap saat? Rasulullah saw bersabda, “Bertaqwalah kamu dimanapun kamu berada”.
Jika selama bulan Ramadhan, kita, keluarga kita, masyarakat kita dan bangsa kita telah menghadirkan syariat Islam yang indah dan menjadirahmatan lil ‘alamijn bagi semua, mengapa kita tidak hidupkan syariat Islam itu setelah Ramadhan? Sehingga fungsi rahmatan lil’alamin itu bukan hanya terasa selama sebulan saja, namun sepanjang tahun, bahkan sepanjang hayat.
Tidak usah dahulu kita dirasuki oleh kengerian sebagian orang dengan bahaya syariat Islam. Kita hadirkan saja syariat Islam secara konsekkuen semampu yang bisa kita lakukan, maka setiap orang akan rindu diterapkannya syariat Islam yang rahmatan lil alamain. Dan tidak usah kita merasa pesimis dapat menerapkan syariat Islam secara kolektif dalam lingkup bangsa dan Negara. Pengalaman selama Ramadhan telah menunjukkan bangsa ini mampu menghadirkan kebiasaan baik selama Ramadhan, dan setiap kita telah melakukan revoluisi kebiasan diri, dari yang kurang baik menjadi lebih baik lagi. Dengan demikian sebenarnya Ternya kita Mampu Hidup dengan Syariat.#
Ustadz Muhammad Jamhuri, Lc
Sumber : http://www.islamedia.web.id/2011/09/ternyata-kita-bisa-hidup-dengan-syariat.html

0 komentar:

Posting Komentar

Template by:
Free Blog Templates